“Tuteba”, Sebuah Fenomena Baru Dalam Prostitusi di Ternate. (Opini Warga Ternate)  

Posted

Oleh : Irza Arnyta Djafaar. (Alm)

Seorang gadis cantik dengan body aduhai berlenggak lenggok dengan dandanan yang cukup menor. Dengan gincu merah darah dan bedak tebal ditambah dengan celana jeans ketat dan blus kaos yang super ketat sehinnga memperlihatkan lekak lekuk tubuhnya yang cukup sexy itu, dia berusaha untuk menarik perhatian setiap lelaki hidung belang yang ada disekitarnya.


Swering (Tepian Pantai) di kota Ternate

Tidak lama kemudian aksinya itu mengundang seorang lelaki hidung belang menghampirinya, tampak mereka berdua terlibat percakapan yang serius diiringi dengan tawa cekikikan dari mulut si perempuan, tidak lama kemudian si perempuan sexy itu sudah menggelayut manja di tangan sang lelaki, mereka berduapun hilang ditengah kegelapan malam. Tampaknya transaksi telah berlangsung mulus. Perempuan itu tidak sendiri, karena disekitar dia masih beberapa perempuan lain yang seprofesi dengan dirinya.
Ilustrasi di atas adalah sebuah kisah nyata yang terjadi dihadapan kita akhir-akhir ini, karena kejadiannya di kota yang sangat kita cintai “Ternate”.

Tuteba yang diambil dari salah satu bahasa daerah Maluku Utara (bahasa pulau Makian Luar) yang artinya mengambil sedikit-demi sedikit di berbagai tempat (mencomot). Sebenarnya istilah ini bernada positif karena mengumpulkan sesuatu sedikit demi sedikit, akhirnya lama-lama akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Tapi pada akhirnya istilah ini berubah menjadi negatif setelah ditempelkan dan berkonotasi ke profesi prostitusi.

Selain istilah Tuteba, dikalangan anak-anak muda kota Ternate dikenal juga dengan istilah “Lopis” atau “Portugal”. Lopis nama dari sejenis kue yang terbuat dari ketan/singkong yang dibumbui kelapa dan gula merah dijadikan singkatan menjadi “Lonte Pinggir Swering”, sedangkan “Portugal” adalah singkatan dari “Persatuan Orang Tua Gatal”. Sebuah julukan untuk pelaku dan lelaki hidung hidung belang setengah baya. Bahasa-bahasa prokem sepeti ini banyak sekali berkembang dikalangan kaum muda Ternate sama halnya dengan bahasa slank /prokem yang banyak dipakai oleh anak-anak gaul Jakarta.

Psikolog perempuan Kartini Kartono dalam bukunya “Psikologi Abnormal dan Pathologi Sex” mengemukakan, bahwa perempuan dan laki-laki dapat disebut normal dan dewasa, bila mampu mengadakan relasi sosial dalam bentuk normal dan bertanggung jawab, bahwa kedua belah pihak menyadari konsekwensinya dan berani bertanggung jawab terhadapnya, contohnya mau menikah dan memelihara anak yang menjadi produk dari relasi sosial yang telah dilakukan.

Relasi sex yang abnormal dan perverse (buruk) adalah relasi sex yang tidak bertanggung jawab, didorong oleh kompulsi yang abnormal. Hal demikian bertentangan dengan norma sosial, hukum, maupun agama. Abnormalitas dalam pemuasaan sex menurutnya antara lain adalah Prostitution atau pelacuran, yang pada umumnya dilakukan oleh kaum perempuan dalam melayani pria hidung belang karena dorongan ekonomi, kekecewaan/frustrasi, atau balas dendam.

Prostitusi dan Masalah Sosial

Membicarakan masalah prostitusi sama saja dengan mengunyah masalah yang dianggap paling purba dalam kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Masalah prostitusi atau pelacuran merupakan masalah klasik namun tetap terasa baru dan hangat untuk dibicarakan. Tidak ada seorangpun yang tau pasti kapan dan bagaimana prostitusi itu pertama kali muncul, sebab sangat sulit ditentukan. Namun bisa dikatakan bahwa sejak ada norma perkawinan, diduga sejak itu pulalah muncul prostitusi.

Prostitusi merupakan masalah sosial sebab keberadaannya di tengah-tengah masyarakat sering membuat keresahan dan menggangu ketentraman kehidupan sosial masyarakat. Selain dituding sebagai penyebab degradasi moral masyarakat, prostitusi juga menjadi penyebab utama penyebaran penyakit kelamin. Ditinjau dari sudut pandang yang lebih luas,prostitusi tidak bisa dipandang sebagai masalah moral cultural belaka, sebab bagaimanapun tidak bisa dilepaskan dari realitas sosial maupun kondisi ekonomi dan politik yang melatarbelaknginya.

Di tempat-tempat dimana dijumpai praktek-praktek prostitusi, sering terjadi kontraversi pandangan dan kepentingan antara masyarakat di satu pihak dan pemerintah dan penguasa di lain pihak. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang ditetapkan yang diambil oleh pemerintah, terhadap masalah prostitusi sering kali kurang tegas karena dihadapkan pada berbagai pilihan dan kepentingan.

Bagaimanapun pandangan masyarakat terhadap prostitusi, kenyataan tetap membuktikan bahwa pelacuran itu fungsional di dalam sistim sosial masyarakat. Hal ini terbukti dengan keberadaannya sejak berabad-abad yang lalu tanpa ada satu kekuatan pun yang mampu menghapuskan dari muka bumi. Hukum selama masih ada permintaan dan penawaran terhadap kebutuhan seks, prostitusi akan tetap eksis sebab ia merupakan salah satu atribut kehidupan umat manusia sejak dahulu kala.

Sementara prostitusi yang terang-terangan dan terorganisir atau prostitusi komersial muncul dan berkembang seiring dengan tumbuh dan berkembangnya kota-kota dengan spesialisasi yang semakin lama semakin bervariasi dan kompleks. Dalam konteks ini, prostitusi sering dipandang sebagi profesi sekelompok orang marginal yang karena desakan sosial-ekonomi atau faktor lainnya, tercerabut dari akarnya di daeah asal namun tidak mampu mendapatkan pekerjaan di perkotaan karena banyaknya saingan dan terbatasnya pilihan pekerjaan untuk mereka.

Dengan demikian, tumbuh dan berkembangnya prostitusi seperti ini lebih cendrung sebagai ekses perkembangan sosial ekonomi yang terjadi dalam suatu masyarakat . Prostitusi yang bersifat komersial ini diibaratkan sebagai sebuah drama, suatu konflik kepentingan dan adu kekuatan, sebab seringkali bersifat paksaan, tak beperikemanusiaan, dan sangat eksploratif, serta didalamnya terdapat beberapa komponen yang memiliki peran sendiri-sendiri. Pelacur merupakan salah satu komponen unsur yang penting dalam prostitusi komersial.

Berkembangnya prostitusi disebabkan oleh berbagai aspek dan sangat kompleks. Selama ini aspek ekonomi (kemiskinan) dipandang sebagai penyebab utama seorang perempuan terjun ke dunia hitam, sehingga prostitusi terus bekembang dan tidak mudah dihapuskan. Tetapi apakah hal seperti ini sepenuhnya benar? Pandangan semacam itu kiranya perlu dikaji ulang, sebab tidak selamanya tekanan sosial-ekonomi/kemiskinan membuahkan pelacuran.

Kalau penyebabnya adalah faktor ekonomi mengutip pendapat Koentjoro, mengapa ada orang miskin yang menjadi pelacur dan ada orang miskin yang tidak menjadi pelacur? Padahal mereka berasal dari kondisi sosial dan ekonomi yang sama.

Hal ini bisa dibuktikan dengan pengakuan langsung dari Kasubdin Pelayanan Kesejatraan Sosial Dinas Sulawesi Utara, menurutnya kini banyak oknum PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang diduga melakukan kerja sampingan sebagai PSK (Pekerja Sex Komersial). Menurutnya oknum PNS ke kantor dengan menggunakan pakaian dinas pada jam 8 pagi dan pulang jam 4 sore dengan alasan mendapat tugas dari kantor, mereka bisa leluasa menjalani profesi sampingannya dan bahakan mendapat nilai yang lebih tinggi, gengsi mereka naik karena profesinya juga sebagai PNS.

Hal ini sama dengan di kota-kota besar, dimana mahasiswa yang merangkap profesi sebagai pelacur. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa faktor ekonomi bukan satu-satunya alasan, banyak faktor lainnya sehingga perempuan banyak yang terjerumus dalam lingkaran prostitusi. (Malut Pos, 8 Juni 2005).

Prostitusi dan Dampaknya tehadap Penyakit Kelamin

Prostitusi merupakan masalah sosial sebab pada hakekatnya aktivitas prostitusi menggangu ketentraman dan keselamatan, baik jasmani, rohani, maupun sosial dari kehidupan masyarakat. Selain dipandang sebagai bentuk penyimpangan dari norma kehidupan masyarakat dan penyebab degradasi moral manusia, prostitusi juga menjadi penyebab utama perluasan penyebaran penyakit kelamin.

Di Ternate, perluasan penyebaran penyakit kelamin yang disebabkan oleh maraknya praktek-paktek prostitusi sampai sejauh ini belum dapat didata, hal ini disebabkan karena praktek postitusi yang ada dikawasan Maluku Utara belum dilegalkan, masih liar, belum ada lokalisasi pelacuran sehingga dengan demikian agak susah untuk mencari sampai sejauh mana penyebaran penyakit kelamin yang ada di Maluku Utara. Kalaupun ada dipastikan pengidap penyakit kelamin akibat berhubungan sex dengan perempuan pelacur tidak akan mau mengakuinya.

Penyakit kelamin yang diidap dan ditularkan oleh para pelacur ini macam-macam antara lain kencing nanah, genorhea, shiplis dan lain-lain, tapi yang lebih parah sekarang ini adalah virus HIV/AIDS yaitu virus yang paling rentan didapat ketika berhubungan intim dengan pelacur yang tidak “bersih”. Dan karena virus HIV terjangkitnya lewat hubungan sex, maka dengan mudah akan menyebar ke anak-istri di rumah apabila si suami telah terjangkit dari orang lain dalam hal ini dari perempuan pelacur.

Dengan demikian sudah selayaknya untuk kaum laki-laki (suami) untuk selalu menjaga dirinya dari berbagai macam bahaya penyakit yang ditularkan dari hubungan sexual yang tidak bertanggung jawab, karena bukan hanya anda yang akan menderita, tapi terlebih keluarga, dalam hal ini anak dan istripun akan tertular.

Tanggung Jawab Siapa ?

Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah tanggung jawab siapa untuk bisa meminimalisir keberadaan kaum PSK ini, karena kalau bicara menghilangkan keberadaan mereka tampaknya hal yang mustahil atau tidak masuk di akal, karena dalam sejarahnya kaum PSK ini tidak mungkin dihilangkan.

Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah melokalisasi keberadaan mereka. Tapi nampaknya hal ini juga menjadi mustahil, karena kota Ternate sudah dicanangkan oleh wali kota kita (Drs. Syamsir Andili) sebagai kota Madani, yang di dalamnya tersimpan ketaqwaan, dan keimanan yang tentu saja beliau tidak akan menyetujui ide ini.

Tapi cobalah kita renungkan, bahwa tentu saja kita tidak mau menjadi bangsa yang munafik, setiap hari kita sholat kita bicara tentang dosa dan neraka, sementara kita sering plesir ke luar kota untuk refresing dan dan berpesta sex dengan para PSK di kota-kota besar seperti Jakarta, karena sudah menjadi rahasia umum para pejabat kita sering ke Jakarta untuk “refresing”.

Yang paling penting untuk saat ini adalah kita harus bersatu padu antara pemerintah daerah, Dinas Sosial, LSM, dan semua orang yang merasa dirinya sebagai pemerhati perempuan dan keluarga, untuk turun tangan langsung menangani masalah ini, karena semuanya menjadi tanggung jawab kita bersama, jangan lagi terjadi kasus “Ternate Lautan Hot” yang berimplikasi bahwa pemerannya adalah seorang PSK profesional. Selain di swering yang menjadi tempat mangkal mereka, ada lagi tempat mangkal baru mereka, yaitu di ruko-ruko yang berhadapan langsung dengan Mesjid Raya. Ditengarai setiap malam terjadi transaksi sex bebas antara kaum PSK liar dengan lelaki-lelaki hidung belang di kota Ternate yang konon katanya mengedepankan perberadaban Madani. Sangat ironis…….!

This entry was posted on Friday, 5 September 2008 at Friday, September 05, 2008 . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

4 Comment

Hello.

thanks for adding me. Saya udah sejak SMP nggak pernah pulang kampung, jd ga update dengan kondisi skrg.

Prihantin banget kalo memang prostitusi mulai marak. Semoga dapat segera tertangani dengan baik oleh Pemda (lah... tapi kan gubernurnya aja caretaker gituh...).

Semoga Ternate dijauhkan dari azab. Ayo, terus kita bangun Ternate (sementara saya dari jauh dulu - bantu doa).

Selamat puasa juga.

Wednesday, 10 September, 2008
Anonymous  

sy setuju dengan kepedulian pembenahan kota ternate yang tengah mengalami pergeseran nilai moral dan kehormatan sebagai masyarakat yang madani agamais sejak berabad-abad lampau. upaya merubah kalau tidak bisa dengan kekuatan/kekuasaan lakukanlah dengan hati....

Saturday, 18 October, 2008

selain totebaa....aibaa juga bsa...aibaa tu plesetan dr toteba,,sebelumnya,,org tte nyebutinnya,,,sorofo,atau ofo.....pokoknya tiap thn ganti namaa gtooo...wakakkkk

Monday, 13 April, 2009
ozhan  

sekarang swering tamba ancurrr.....
toteba ad dmna-mna....
pemerintah juga mndiamkan....
mau jadi apa kota ternate????
katax kota madani????

Friday, 12 February, 2010

Post a Comment


Old Ternate Palace & Old Mosque In Ternate



View of Ternate Town

Klik Tampilan Slide